Selasa, 10 April 2012

MODERNISASI DAN DEMOKRASI DI INDONESIA


Proses modernisasi dan demokratisasi adalah perjalanan yang panjang dan penuh risiko, juga penuh persimpangan yang menuntut keputusan-keputusan yang benar. Proses sejarah tidak mengenal belas kasihan. Hanya bangsa yang mempunyai pandangan ke depan, keyakinan, keuletan dan kecerdasan yang dapat menyelesaikan perjalanannya. Yang lainnya tidak beranjak dari posisi awalnya, atau menjadi negara gagal atau bahkan hilang dari peta sejarah.
Modernisasi  berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan di mana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern.Modernisasi dapat terwujud apabila masyarakatnya memiliki individu yang mempunyai sikap modern.
Modernisasi merupakan suatu fenomena sosial yang dihadapi oleh semua bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Modernisasi memungkinkan adanya perubahan masyarakat secara besar-besaran dalam segala aspek. Umumnya modernisasi dimulai dari bidang ekonomi dengan tumbuhnya industri dan berlakunya sistem produksi massal. Baru setelah itu terjadi modernisasi di bidang politik, mengingat ekonomi yang modern memerlukan masyarakat nasional dengan integrasi yang baik.
Modernisme masuk ke Indonesia pada abad yang lalu dan awal abad ini. Di Indonesia fenomena dilakukan oleh sekelompok masyarakat Arab Hadramaut dan orang muslim India. Jalinan perkawinan dengan wanita Indonesia menyebabkan hubungan mereka menjadi akrab. Pikiran dan gerakan modernism diterima mereka dan dilanjutkan pada masyarakat Indonesia. Perbaikan kaum muslimin harus dilakukan melalui pendidikan yang sedapat mungkin mengimbangi pendidikan Barat yang sudah ada.
Di Indonesia, modernisasi politik memainkan peranan utama dalam proses modernisasi. Modernisasi politiklah yang menggerakkan proses-proses perubahan bidang kehidupan masyarakat lainnya, seperti ekonomi dan sosial.  Hal ini terjadi karena demi berdiri sebagai negara berdaulat, Indonesia harus terbebas dari penjajah dan memperoleh kemerdekaan. Bagi para tokoh pendiri bangsa, modernisasi dianggap sebagai jalan yang tepat untuk tujuan politik tersebut.
Negara Indonesia sekarang ini sudah mencapai tahap pemikiran yang sangat modern, Indonesia sendiri sudah mampu menciptakan alat-alat teknologi yang praktis dan efisien seperti layaknya yang ada di kehidupan sehari – hari seperti Televisi, telepon genggam, komputer, laptop, dan lainnya, sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang digunakan pun memiliki kajian – kajian penting dalam proses kemajuan dan perkembangan teknologi yang membuat Indonesia lebih modern.
Karena sumber daya inilah pihak Indonesia bekerja sama dengan Negara lain dan saling melengkapi kebutuhan antara satu dengan Negara lainnya. Sehingga menciptakan kemajuan yang ada pada Indonesia dari sisi modernisasi maupun teknologinya. Indonesia sedang berada dalam masa-masa transisi dan penyesuaian di mana modernisasi dan globalisasi kian kuat masuk secara bertahap ke dalam Indonesia. Bukan hanya itu modernisasi juga sangat terpengaruh dengan majunya teknologi – teknologi yang ada pada Negara Indonesia sendiri.
MODERNISASI MASYARAKAT INDONESIA
Mengikuti pengertian modernisasi kita dapat mengamati modernisasi di Indonesia dalam bayak aspek kehidupan. Berikut ini kit akan membahas  berbagai aspek  modernisasi tersebut di Indonesia satu persatu.
1.    Modernisasi di Bidang Tekhnologi dan Ekonomi
Modernisasi terhnologi di Indonesia dapat ita lihat dalam perkembangan pemakaian ternologi, dari semua bersifat sederhana menjadi bersifat komplek ternologi dalam setiap  sektor kegiatan ekonomi produksi masyarakat Indonesia. Hal ini berkaitan pula dengan terjadinya proses indistrialisasi disetiap sektor ekonomi di Indonesia. Di sector  pertanian kita dapat menyaksikan gejala modernisasi pada penggunaan tehnologi  baru disalam kegiatan produuksi  pertanian. Penggumnaan tehnologi  itu kemudian menggubah cara produksi, tehnik produksi  dan hubungan-hubungan sosial  di pedesaan.

2.  Modernisasai di Bidang Sosial
Modernisasi di bidang ssosial  mencakup perubahan cara berfikir dan berperilaku, yang lebih rasional, efisien, individu dan pragmatis untuk mencapai tujuan yang telah direncankan  secara sistematis. Banyak seakli actor penyebab terjadinya  modernisasi social. Akan tetapi factor yang paling menonjoll  di Negara  sedang berkembang  seperti Indonesia  adalah faktir  tehnologi  dan perbubahan  teknik produksi ekonomi.
3.  Modernisasi di Bidang Politik
Gejala modernisasi di bidang poitik  di Indonesia dapat dari munculnya birokrasi dan administrasi  pemerintahan yang baru dan pembentukan lembaga-lembaga politik modern. Modernisasi sistem politik  merupakan suatu sistem yang dijadikan  kernakga untuk mentapkan dan melaksanakan kebijaksanaan tujuan-tujuan yang  oleh masyarakat dianggap merupakan kepentingan umum.
Dalam pengetian ini proses modernisasi politik d Indonesia dapat dilihat pada gejala sebaai berikut:
Diferensiasi Struktur Politik
Timbulnya struktur  yang khas untuk keperluan  fungsi-fungsi politik  tertentu disebut diferensiasi struktur politik. Hal itu dapat dilihat dasar tumbuhnya organsasi-organisasi untuk tujuan politik, antara lain lembaga perwakilan, pembuatan undang-undang, pelaksanaan  keputusan, pemeliharaan sistem politik.
Rasionalisasi Kebudayaan Politik
Rasionalisasi kebudayaan politik adalah perubahan pandang tetang fungsi dan cara kerja lembaga politik,  khususnya tentnag shah tidaknya kekuasaan, yang semakin lama semakin  bersifat  rasional dan fungsional. Rasionalisasi  ini menggantikan  sistem kekuasan berdasarkan  kharisma dan atas dasar keturunan bangsawan yang berlaku  di zaman kerajaan.
Contoh, dahulu di zaman raja dipandang sah atas dasar keturunan dan pemilikan benda keramat warisan nenek moyang pendiri kerjaan yang memberi kekuatan kharisma tertentu.

4. Modernisasi di Bidang Agama dan Kepercayaan
Modernisasi di bidang  agama dan kepercayaan merupakan bagian dari modernisasi masyarakat tehadap hidup dan kepercayaan  mereka. Modernisasi kebudayaan  masyarakat dapat kita lihat dalam perubahan-perubahan, baik materiil maupun idiil.
Dalam pengertian umum, modernisasi  budaya materiil adalah gejala kemajuan atau produk benda seni budaya dari  tradisi menjadi  lebih  modern. Pmebuatan benda seni  secara tradisional, seperti patung primitive, arsitektur tradisional, mengalami perubahan menjadi lebih modern, seperti bentuk patung kontemporer, arsitektur modern dan produk modern yang lain.
Modernisasi budaya idiil merupakan perubaan–perubahan cara berfikir manusia dari  berfikir mistik dan religius menjadi berfikir  rasional  dan  sekuler Dalam proses ini di dalamnya termasuk memudaarkan tradisi social yang semula diterima apa adanya dan dijadikan acuan perilaku sehari-hari tanpa ada keraguan, berganti  dengan kebebasan setiap  orang  untuk   untuk berfikir  madiri, rasional dan mengambil inisiatif  untuk meraih  suatu kepentingan tertentu dengan cara-cara  yang baku  berdasarkan  suatu  pertimbangan ilmiah. Cara berfikir  magis dan mistik  yang mengikuti tradisi  tertentu  disebut  cara berfikit tradisional. Adapun cara berfikir berdasarkan  rasionalitas  dan kebebasan orang disebut cara berfikir modern. Proses perubahan  dari cara berfikir tradisional menuju cara berfikir modern merupakan salah satu  bentuk  gejala modernisasi budaya masayrakat manusia.
DEMOKRASI DI INDONESIA
Secara etimologis, istilah demokrasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Maka, demokrasi berarti rakyat berkuasa. Sedangkan secara terminologi, demokrasi adalah mekanisme hubungan antara penguasa dan rakyat, yang dilandasi sebuah kontrak, dimana kontrak ini telah disepakati masing-masing pihak melalui mekanisme pemilihan umum. Tidak berhenti di situ, demokrasi juga terus berlanjut, dengan dibentuknya sebuah lembaga yang berfungsi mengembangkan mekanisme check and balance, untuk memantau penguasa agar tetap berada di atas rel yang semestinya.
Dari pengertian teoritis ini, definisi demokrasi lantas berlanjut pada pengertian yang lebih bersifat praktis. Pengertian demokrasi dalam tataran praktis intinya adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maknanya adalah, bahwa proses demokrasi yang membingkai seluruh proses kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada aspirasi dan keinginan rakyat, yang dilaksanakan oleh para ‘politisi’ yang menjadi representasi rakyat, demi menciptakan kehidupan rakyat yang sejahtera, adil, dan makmur.
Dari pengertian di atas, kita bisa melihat bahwa tujuan demokrasi bukan hanya memilih pemimpin yang akan menduduki kekuasaan. Tetapi, demokrasi bertujuan menciptakan sebuah pemerintahan bersih dan berwibawa, sebagai wahana dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejahtera, adil, dan makmur. Apakah kehidupan demokrasi di Indonesia sudah mencapai idealisme seperti tercermin dalam definisi demokrasi di atas? Mari kita lihat!
Secara umum, demokrasi di Indonesia hanya sebatas wacana, belum menyentuh tataran praksis. Dalam arti, demokrasi untuk memilih wakil rakyat yang peduli pada kepentingan rakyat, hanya isapan jempol belaka. Demokrasi, seperti dikatakan di atas, hanyalah sebuah ‘dagelan politik’ para elite. Rakyat sama sekali tidak merasakan bagaimana nikmatnya demokrasi.
Selanjutnya, boleh dikatakan, bahwa puncak pelaksanaan demokrasi di Indonesia terjadi pada dekade 1955-1959. Produk peraturan dan kebijakan yang muncul pada era ini adalah produk yang benar-benar memihak pada rakyat. Sayangnya, kondisi ini dikotori oleh pertikaian elitis antara eksekutif dan legislatif, baik secara kelembagaan maupun secara personal. Sehingga pada masa ini terjadi jatuh bangun pemerintahan yang bertugas mengurusi negara. Puncaknya adalah ketika terjadi dead lock di tubuh Lembaga Konstituante dalam membuat konstitusi atau Undang-undang Dasar (UUD). Keadaan ini diselesaikan dengan munculnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai dasar konstitusi negara.
Inilah akhir masa keemasan Indonesia dalam menegakkan nilai-nilai demokrasi. Karena sejak itu, tatanan negara Indonesia tidak lagi demokratis. Sejak saat itu, negara Indonesia menjadi negara yang dijalankan secara otoriter. Puncaknya adalah tahun 1998, ketika rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun, ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa. Walaupun demikian, kondisi negara pada masa ini memang aman dan damai, nyaris tanpa pertikaian. Pemerintah berjalan tanpa hambatan. Pertentangan antar elite politik, tidak ada. Karena negara berada penuh dalam kontrol presiden. Kekuasaan benar-benar terpusat pada presiden. Inilah wajah aristokrasi dalam sejarah Indonesia.
Jadi, hanya sebentar sekali Indonesia mampu mewujudkan nilai-nilai demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun, sebenarnya, pada masa-masa keemasan pelaksanaan demokrasi ini, terjadi juga riak-riak yang memperkeruh kehidupan demokrasi.
Di Indonesia sendiri, system ini berusaha untuk dilaksanakan secara sempurna selepas kejadian Reformasi 1998.  Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia sudah berlangsung selama 10 tahun lebih dan terus bertahan hingga saat ini. Anggapan beberapa orang yang berpikir bahwa demokrasi akan sangat singkat di Indonesia terbukti salah. Termasuk tanggapan Indonesia terlalu besar dan kompleks untuk melaksanakan demokrasi. Pemilihan presiden secara langsung yang sukses adalah bukti bahwa Indonesia sudah maju soal demokrasi ini.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dari segi waktu di bagi dalam 4 periode yaitu :
1. Periode 1945-1959
2. Periode 1959-1965
3. Periode 1965-1998
4. Periode 1998- sekarang

A. Demokrasi Pada Periode 1945 – 1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan demokrasi parlementer. Sistem parlemanter yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di prokalmasikan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Persatuan yang dapat digalang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstuktif sesudah kemerdekan dicapai. Karena lemahnya benioh demokrasi sistem perlementer menberi peluang untuk mendominasi partai politik dan dewan perwakilan rakyat. UUD 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara berserta menterinya yang menpunyai tanggung jawab politik. Karena partai politik usia kabinet pada masa ini tidak bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun engan gampang pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional.
Disamping itu ternnyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realitis dalam konstelasi politik padahal kekutan yang penting yaitu presiden yang tidak lain bertindak sebagai “rubber stamp president” dan tetar yang lahir dalam revolusi urasa bertanggung jawab untk turut menyelasaikan persoalan yang dihadapi masyarakat Indonesia pada umumnya. Faktor yang semacam ini. Ditambah dengan tidak mampunya anggota partai yang tergabung dalam konsituante untuk mencapai konsmsus menegenai dasar negara untuk UU baru, mendorong Ir. Soekarno untuk mengeluarkan dekrit presiden 5 juli yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlemanter.
B. Demokrasi pada Periode 1959-1965
Ciri demokrasi ini adalah dominasi dari presiden,, terbatasnya peranan partai politik berkembang pengaruh komunisme dan meluasnya peran ABRI ebagai unsur politik dekrit presiden 5 juli merupakan usaha jalan keluar dari kesamaan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. UUD 1945 membuka kesempatan bagi prsiden untuk bertahan selama lima tahun. Akan tetapi MPRS NO.III/1963 mengakat soekarno sebagai presiden seumur hidup. Selai itu tindakan yang menyimpang dari ketentuan UUD. Misal Ir. Soekarno membubarkan DPR ditahun 1960, padahal dalam UUD 1945 secara eksplisit bahwa presiden tidak punya wewenang berbuat demikian.DPR berperan sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrol ditiadakan, lagi pula DPR di jakikan menteri yang bertugas memantu presiden disamping fungsi wakil rakyat. Hal ini mencerminkan telah ditinggalkannya doktrin trias politika. Selain itu di bidang eksekutif misalnya presiden punya wewenang untuk campur tanggan di bidang yudi katif berdasarkan UU No.19/1964, dan legislatif berdasarkan peraturan presiden No.14/ 1960, berarti DPR tidak mncapai manfaat.
Selain itu terjadi penyelengaraan di bidang UU tindakan pemerintah dilaksanakan melalui penetapan presiden yang memakai dekrit 5 Juli sebagai sumber hukum. Selain itu partai politik dan pers yang sedikit menyimpang dari “rel revolusi” tidak dibenarkan dan di brendel sedang politik mercusuar di hubungan luar negari dan ekonomi dalam negari menyebabkan keadaan ekonomi menjadi seram, G.30S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang masa demokrasi pancasila. Menurut Soekarno demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Demokrasi kekeluargan adalah demokrasi yang mendasarkan sistem pemerintahannya kepada musyawarah dan mufakat dengan pemimpin satu kekuasaan sentral yang sepuh, tetus dan mengayomi. Sedangkan pidato Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1959 dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”mengatakan prinsip dasar demokrasi terpimpin :
1. Tiap – tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Tiap orang berhak mendapatkan penghidupan layak dalam masyarakat bangsa dan negara.
Dengan demikian kekeliruan yang sangat besar dalam demokrasi terpimpinsoekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasan hanyapada diri pemimpin, sehingga tidak ada ruang kontrol sosial dan ehek and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
C. Demokrasi pada periode 1965-1998
Landasan formil dari periode ini adalah pancasila, UUD 1945, serta ketetapan MPRS. Usaha untuk meluruskan kembali penyelangaraan pada demokrasi terpimpin, dengan mengadakan tindakan untuk korektif. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan Soekarno sebgai presiden seumur hidup di batalkan menjadi jabatan efektif lima tahun sekali. Keteyapan MPRS No.XIX / 166 telah menentukan ditinjaunya prouk legislatif dan atas dasar UU No.19/1964 di ganti dengan UU baru No.14/1970 yang menetapkan kembali asas “kebebasan badan-badang pengadilan”. DPR diberi hak kontrol, dan tetap berfungsi membantu pemerintah.
Begitu pula tatatertib pasal yang diberikan wewenang kepada presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat dicapai mufakat antara badan legislatif. ABRI di beri landasan kostitusionil. Selain itu pers diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat, dan partai politik bergarak untuk menyusun kekuatan, menjelang pemilu 1979. Dengan ini diharapkan terbinanya partisipasi dan diadakan pembangunan ekonomi secara teratur. Setelah demokrasi pancasila, perkembangan demokrasi tidak hanya keadaan sosial, kulturia, geografis, dan ekonomi tetapi juga penilaian kita dimasa lampau, yaitu badan eksekutif tidak kuat dan tidak kontinyu akan memerintah secara efektif sekalipun program eksekutif tidak kuat dan ini malah membawa kebobrokan ekonomi oleh karena kekuasaan yang dimiliki sia-sia.
Beberapa perumusan tentang demokrasi pancasila sebagai berikut :
a. Demokrasi dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas negara hukum dan kepastian hukum.
b. Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara.
c. Demokrasi dalam bidang hukum pada hakekatnya membawa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas tidak memihak.
Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila sama dengan demokrasi pada umumnya. Karena pada demokrasi pancasila memandang kedaulatan begitu pula partisipasi politik, perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan politik adalah sama. Namun “Demokrasi Pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan belum sampai pada tatanan prasis atau penerapan. Karena dalam prate kenegaraan dan pemerintahan rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan demokrasi, yang di tandai oleh :
1. Dominanya peranan ABRI
2. Biro kratisasi dan sentralisasi pemgembalian keputusan politik.
3. Pesebirian peran dan fungsi partai politik.
4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan politk.
5. Masa mengembang.
6. Monolitisasi ideologi negara.
7. Info porasilembaga non pemerintah,
Dengan demikian nlai demokrasi juga belum ditegaskan dalam demokrasi pancasila soeharto.
Kelebihan sistem pemerintahan Orde Baru
• Perkemnagan GPD per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 mencapai lebih AS$ 1.000.
• Sukses transmigrasi
• Sukses KB
• Sukses swasembada pangan
• Penganguran minimum
• Sukses REPELITA (Rancangan Pembangunan Lima Tahun.
• Sukses gerakan wajib belajar
• Sukses gerakan nasional orang – tua asuh
• Sukses keamanan dalam negeri
• Investor sing mau menanamkan modal di Indonesia
• Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan sistem pemerinthan Orde Baru
• Semarak korupsi, kolusi dan nepotisme
• Pembangunan Indonesia tidak rata dan timbul kesenjangan pembangunan antara pusat daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagai besar disedot ke pusat.
• Munculnya rasa ketidak puasan di semjumlah daerah krena kesejangan pembanguna terutana di Aceh dan Papua
• Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
• Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi sikaya dan si miskin)
• Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
• Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyaknya koran dan majalah yang dibreidel.
• Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “penembakan misterius” (petrus)
• Tidak ada rencana suksensi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/ presiden selanjutnya)
D. Demokrasi Pada Periode 1998-sekarang
Runtuhnya orde baru membawa harapan baru bagi tumbunya demokrasi di Indonesia yaitu tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Tansisi merupakan fase krusral yang kritis, karena menentukan arah dan negara yang akan dibangun atau bisa saja terjadi pembalikan arah perjalanan bangsa dan negara yang akan menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi pada periode orde lama dan baru.
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangant bergantung pada 4 faktor kunci yakni:
1. Komposisi elite politik
2. Desain institusi politik
3. Kultur perubahan sikap terhadap politik dikalangan elit/non elit
4. Peran civil society (masyarakat madani)
Keempat faktor itu jalan secara sinergis dan berkelindansebgaio modal untuk mensonsolidasikan demokrasi. Oleh karena itu menurut Azyumardy Azra langkah Indonesia dalam transisi. Indonesia mencangkup 3 bidang besar. Pertama reformasi sistem yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal politik. Kedua, reformasi kelembagaan yang menyakutpengembangan dan pemberdayaan lembaga politik. Ketiga peseimbangan kultur atau budaya politik yang lebih demokratis. Dalam demokrasi yang sehat kultur politik partisipan terbentuk dimana warga negara percaya akan kemampuan politik untuk mempengaruhi prosese politik. Sebaliknya rakyat bisa tidak punya kekuasaan dalam arena politik. Masyrakan harusa mengembangkan sifat baru agar intitusi berfungsi sebagaimana mestinya. Karena itu pembentukan kultur politik baru harus terarah dan komprehensif dengan melibatkan perubahan pola pikir aktor dan elit politik serta ingatan kolektif masyarakat ecara keseluruhan.
Pengalaman negara demokrasi yang sudah estabilished memperlihatkan bahwa institusi demokrasi bisa berjalan dan tetap berfungsi walaupun jumlah pemilihnya kecil. Karena itu untuk megukur tingkatan kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi tidak terletak pada partisipasi warga. Untuk melihat itu sebenarnya adalah apakah partisipasi warga dilakukan degan suka rela atau karena di bayar dan digerakkan. Harapan lain dalam susksesnya trasisi demokrasi Indonesia adalah peran civil ocienty (masyarakat madani) untuk menguasai plarisasi politik dan menciptakan kulur toleransi.
Problem paling mendasar yang dihadapi negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi adalah ketidakmampuan membentuk tata pemenrintahan baru yang bersih, transparan dan akuntabel tanpa legitimasi yang kuat, rezim demokrasi baru akan kehilangan daya tariknya teori “hilangnya legimitasi” ini juga menjelaskan asal mulanya keruntuhan rezim otoritarian. Hal ini disebabkan` setiap rezim mmbutuhkan legitimasi, dukungan atau paling tidak persetujuan tanpa akan jatuhnya dan teori ini meramalkan hadirnya kekuatan masa atau paling tidak ketidak patuhan masa sebelum lahirnya liberalisme, Demokrasi yang baru tumbuh di Indonesia adalah pengolahan yang efektif dibidang ekonomi, selain dibidang pemerintahan. Dengan demikian demokrasi tidak hanya diarea politik malaikan dibidang ekonomi, sosial dan budaya. Jika demokrasi yang baru tumbuh dapat mengelola pembangunan ekonomi secara efektif, maka mereka juga dapat menata rumah tangga politik mereka dengan baik. Tapi ketegangan yang secara timbul akibat pertumbuhan ekonomi bisa jadi menggrogoti stabilitas demokrasi dalam jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Brigbane, 1979
Meriam Budiarjdo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2008
Nucholish Madjid, Islam Doktrin & Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992
Ma’arif, A. Syafi’i, “Demokrasi”, dalam rubrik Resonansi koran Republika Edisi Kamis, 31 Maret 2005.
http://chelamutia.blogspot.com/2011/05/masyarakat-indonesia-di-tengah.html

0 komentar:

Posting Komentar

terimakasih

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls